Sabtu, 28 November 2009

Sebuah Pilihan

Hidup adalah pilihan, tapi aku lebih suka mengatakan selama kau hidup maka akan selalu ada kesempatan untuk memilih.

Entah berapa kali kita merasa terpaksa harus memilih sesuatu yang tidak diinginkan karena alasan tidak ada pilihan lain, benarkah?
Mungkin ya, atau itu terjadi hanya karena aku tidak menyadari kalau punya kesempatan membuat pilihan lain, atau juga malah aku yang terlalu pengecut untuk memilihnya.

Sebagian orang menuntut dirinya bahkan orang lain untuk bisa membuat pilihan yang benar.
Tapi bagaimana mungkin aku bisa melihat pilihan itu benar ketika kesalahan yang menjadi ukuran benar itu sendiri selalu dihindari.
Bukankah berkaca pada kesalahan justru membuat kita selangkah lebih dekat dengan kebenaran.

Bagiku pilihan itu bagai dua sisi mata uang, ketika kau mengambil satu sisinya maka sisi lainnya suka atau tidak harus kau miliki.
Karena setiap pilihan yang tepat sekalipun akan diiringi dengan tanggung jawab untuk menjalaninya.

Pilihlah dengan keyakinan karena menghindarinya akan membuatmu seperti berlari mengelilingi sebuah lapangan yang membawamu kembali keposisi semula.

Sekarang, sudahkah kau menjatuhkan pilihan?

Kamis, 19 November 2009

Bicara Tentang Cinta

Mari duduk sebentar bersamaku dan kita bicara tentang cinta
Sebuah kata yang bisa mempengaruhi hidupku dan juga hidupmu

Kata yang telah menjadi awal sebuah kisah
Entah berjalan mudah atau membuat gundah
Menjadi akhir suatu penantian berjuta harap
Terhadap bahagia yang bagai mimpi

Akankah cinta menjadi alasan untuk mengekang
Dan cemburu membutakan hati berbuah benci?
Haruskah cinta menjadikan pengorbanan diri sebagai pembuktiannya?
Aku rasa itu bukan bentuk cinta…

Cinta adalah tulus hati
Kasih dan sayang adalah saudara yang tak terpisahkan
Maka sejatinya cinta tak perlu kata untuk mendefinisi
Sebab hati tak pernah mengatakan tapi merasakan

Jadi, dengarkan cinta dengan hati jangan dengan telinga
Karena cinta tak ada di sana...

Minggu, 15 November 2009

Karena Ku Terlalu Angkuh

Apa yang tersisa dari keangkuhan? Kehancuran!

Kalau memang begitu, mengapa masih dibiarkan rasa itu bercokol dengan tenang dihati?
Tak bisa kujawab tanya itu karena angkuhku tak membiarkan aku mengakuinya

Berapa banyak keangkuhan telah memakan korban jiwa...ya, jiwa yang terluka karenanya
Betapa sering nurani terkalahkan oleh keangkuhan yang semakin tak menyisakan ampunan

Manusiakah bila hati telah berubah menjadi karang yang tak bergeming oleh hempasan tangis dan rintihan
Manusiakah ketika pikiran dipenuhi nafsu pembalasan yang tak berkesudahan, mengoyak belas kasih yang murni hanya demi pengakuan atas kekuasaan

Mudahnya terlupa dengan segala keinginan yang telah tercapai
Mudahnya tidak teringat oleh segala kemauan yang sudah terpenuhi
Mudahnya alpa mensyukuri semua doa yang telah dikabulkan-Nya

Tak pernah disadari yang sudah terluka adalah yang paling dikasihi
Tak mampu mengakui bahwa kenyataan akan rapuhnya diri adalah yang sebenarnya dihindari
Tak bisa dipungkiri kesunyian yang akhirnya hadir adalah teman setia

Adakah kau tahu batas akhir dari angkuhmu? Tidak akan pernah!

Berhentilah cukup sampai disini, sebelum kau tersesat dan tenggelam dalam keremangan penyesalan
Berhentilah sekarang selagi nurani masih bisa menemukanmu dan menjemputmu kembali

Jumat, 06 November 2009

Setialah Tanpa Syarat

Suatu saat nurani berkata, "Setialah kepadaku..."
Jawabku, "Aku setia padamu dengan syarat dan ketentuan berlaku."

Karena...
Setiaku bersyarat dengan mendapatkan segala kemudahan untuk memiliki yang ku inginkan
Setiaku berarti memperoleh balasan yang setimpal atas apa yang telah aku korbankan
Setiaku berselera tinggi hanya mau diberikan kepada yang mampu menguasai segalanya
Setiaku tidak menetap berpindah dari satu hati ke hati yang lain
Setiaku terbatas pada keadaan yang menguntungkan
Setiaku berlaku sampai dengan tak ada lagi yang bisa kuminta
atau aku temukan pengganti yang lebih menjanjikan untuk hal-hal tersebut diatas

Nuraniku yang malang, terdiam dan kecewa
Kesetianku seperti awan putih yang menggumpal, tak kuasa untuk digenggam
Berarak oleh hembusan angin yang tak terarah dan menjadi kelam seketika

Jangan khawatir nurani, aku akan belajar memaknai kesetiaanku dengan ketulusan,
mengisinya dengan kejujuran dan membungkusnya dengan kepercayaan

Jika suatu ketika kau berkata kembali, "Setialah kepadaku..."
Maka aku akan mantap menjawab, "Aku telah setia kepadamu Nurani, tanpa syarat."
Dan aku sudah buktikkan itu.

Kamis, 05 November 2009

Telah Berhasil Jujur

Dengan rendah hati aku umumkan keberhasilanku akan kejujuran

Berhasil jujur membenarkan betapa lemah dan rapuhnya aku
Berhasil jujur membenarkan kalau hatiku telah mendua dan tak setia
Berhasil jujur membenarkan malu berkubang dalam dosa
Berhasil jujur membenarkan telah mengkhianati kepercayaan
Berhasil jujur membenarkan aku pandai berdusta

Berhasil jujur membenarkan takut akan siksa-Nya tetapi seringkali berpaling dari-Nya

Berhasil jujur membenarkan telah membiarkan keangkuhan melampaui kemampuan
Berhasil jujur membenarkan aku tidak lebih dari ahli putus asa yang tak sabar untuk terus meminta

Tapi semua pembenaran itu tidak cukup mampu menggerakkan roda perubahan bernama "aku menjadi lebih baik" yang melaju lambat

Jadi bagaimana dengan berhasil jujur mengakui kesalahan, berpihak hanya kepada yang benar dan berani menolak kemunafikan?

Walaupun sepertinya aku harus menghitung ulang prosentase keberhasilannya, setidaknya aku sudah berhasil jujur pada diri sendiri.