Selasa, 27 April 2010

Bosan, bolehkan?

Bosan...bolehkah?
Aku rasa boleh kenapa tidak? Bukankah manusiawi merasa bosan?
Tapi kenapa ada embel-embel rasa bersalah diantara rasa bosan?
Jika bosan dengan pasangan, pekerjaan, kehidupan,...masih bolehkah?
"Itu namanya tidak bersyukur!" Ah masa seh?

Memang apa yang membuat rasa bosan berarti tidak bersyukur?
Yah karena manusia pada dasarnya lebih senang berkeluh kesah ketika bosan
Hingga lebih baik membatasi rasa bosan itu dan mulai menghargai yang dimiliki sekarang

Tapi ketika kebosanan menjadi alasan untuk bergerak keluar dari kenyamanan
Atau ketika kebosanan menumbuhkan keberanian untuk memilih maju meski tertatih
Dan ketika kebosanan memupuk kekuatan untuk melawan rasa takut yang disertai kemalasan
Berubah bukan berarti tidak bersyukur kan?
Jadi seharusnya tidak apa-apa merasa bosan kalau itu membuat perubahan yang lebih baik dalam hidup

Baiklah, aku akan mencoba belajar mengatasi kebosanan tanpa keluhan
"Bagus, aku juga sudah bosan dengar keluhanmu!" Sela Nurani

Jumat, 23 April 2010

Aku dan Nurani

"Bolehkah aku mengeluh sekali ini saja?" Pintaku pada Nurani.
"Tidak tahu malu, setiap saat juga kerjamu hanya mengeluh dan meminta!"
"Kau pikir selama ini sudah jadi manusia yang hebat ya?"
Nurani bahkan tidak menolehku

Huhh kenapa seh Nurani tidak pernah berpihak padaku?
Sekali saja aku ingin berdamai dengannya dan ia mengikuti inginku
"Aku memang ada untuk bersebrangan dengan maumu, kalau tidak kau bisa dengan seenaknya saja lakukan ini-itu yang kau ingin." Nurani kembali menyambar

"Maksudmu aku tidak pernah bisa mendapatkan apa yang ku mau dan lakukan yang ku ingin?"
"Lalu untuk apa aku hidup?!"
Protesku, dan kali ini aku bertekad untuk tak mau kalah dengannya
"Ku kira tidak ada gunanya kau diberi akal, karena tidak kau pakai dengan benar!"
"Kau hanya bicara seolah-olah hidup ini hanya tentangmu, tapi kau salah!"
"Kau ada agar hidupmu bisa memberi manfaat bagi sekitarmu bukan untuk dirimu sendiri! Kalau tidak Tuhanmu tidak perlu menciptakan manusia berupa-rupa banyaknya."

Aku kalah telak!
Dan kembali harus mengakui dengan perasaan tercabik bahwa Nurani benar
Sialnya, ia selalu benar...